Konflik Melawan Negara dan Proses Perdamaian

Pemberontakan adalah upaya-upaya politik dan militer oleh aktor-aktor non-negara yang bersenjata melawan pemerintahan resmi dengan tujuan mengendalikan wilayah tertentu dan mendirikan (atau mendirikan kembali) entitas politik yang baru, entah otonom atau independen.

Indonesia telah mengalami berbagai bentuk pemberontakan. Pada tahun 1950-an, pemberontakan daerah meletus di Aceh, Sumatera Barat, Jawa Barat, Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara, Maluku dan daerah-daerah lain, kebanyakan disebabkan oleh ketidakpuasan terhadap pemerintah pusat disertai dengan faktor etnis-nasionalis. Gerakan Darul Islam, yang berawal pada tahun 1948 di Jawa Barat, adalah salah satu contoh.

Setelah invasi Indonesia ke Timor Timur pada tahun 1975, gerakan pro-kemerdekaan yang sangat kecil mulai tambah kuat di bawah bendera Front Revolusioner demi Kemerdekaan Timor Timur (FRETILIN). Gerakan ini terus melawan sampai akhirnya pemerintah Presiden Habibie pada tahun 1999 sepakat untuk menyelenggarakan referendum dibawah naungan Persatuan Bangsa-Bangsa. Hasil referendum, dimana mayoritas memilih memisahkan diri dari Indonesia, memicu serangan bumi hangus balas dendam dari para milisi pro Indonesia dan Angkatan Darat Indonesia dan akhirnya melahirkan Timor Leste sebagai negara merdeka pada bulan Mei 2002. Saat ini, negara tersebut memiliki relasi yang baik dengan Indonesia.

Gerakan Aceh Merdeka (GAM) berawal pada tahun 1976, di tahun-tahun awal pemerintahan Orde Baru Soeharto sebagai pecahan dari gerakan Darul Islam setempat. Pemberontakannya melawan pemerintah pusat berakhir, setelah berbagai faktor, termasuk tsunami pada bulan Desember 2004, membuka pintu untuk Memorandum of Understanding (MoU) antara GAM dan Republik Indonesia, yang ditandatangani di Helsinki pada bulan Agustus 2005. Titik paling kritis dari perjanjian damai ini adalah ketentuan yang memungkinkan pembentukan partai politik lokal – sementara di seluruh Indonesia, partai haruslah memiliki jangkauan nasional dengan kantor di lebih dari separuh dari seluruh 34 provinsi. Ketentuan ini memungkinkan GAM pada tahun 2008 untuk membentuk Partai Aceh, yang berubah menjadi mesin politik yang kuat pada Pemilu 2009 dan PilGub 2012. Pada pemilu 2014, dukungan masyarakat untuk Partai Aceh sudah mulai menurun sedikit tapi masih jauh di atas partai nasional. Setelah 10 tahun, persepakatan perdamaian tampak kokoh.

Papua adalah satu satunya konflik bersenjata di Indonesia yang sampai sekarang belum juga berhasil diselesaikan.  Sejak 1965, kelompok pemberontak kecil bernama Organisasi Papua Merdeka (OPM) melawan pemerintah Indonesia dalam perang berintensitas rendah. Pada waktu yang sama, suatu gerakan politik yang lebih luas dan tidak bersenjata ikut berkampanye  untuk menuntut kemerdekaan. Pada tahun 2001, wilayah yang seiring waktu dikenal sebagai New Guinea Barat, Papua Barat, Irian Barat, Irian Jaya dan Papua, mendapatkan status otonomi khusus di bawah Undang-Undang 21/2001. Pada tahun 2003, wilayah ini dibelah menjadi dua provinsi, Papua dan Irian Jaya Barat, belakangan diubah menjadi Papua Barat. Pembagian tersebut, atas perintah dari Jakarta, memicu kemarahan luas, terutama di kalangan elit Papua yang telah bersedia menerima prinsip otonomi asal semua pasal UU 21/2001 dilaksanakan dengan penuh. Pembentukan propinsi baru dianggap melanggar hukum tersebut sehingga yang dulu mendukung merasa dikhianati oleh pembagian ini.

OPM adalah gerakan yang masih terpecah-pecah berdasarkan wilayah dan suku, tanpa komando tunggal kecuali di atas kertas. Walaupun dianggap sebagai ancaman militer yang kurangberarti, di beberapa daerah pegunungan tengah, unit-unit OPM berhasil menguat selama beberapa tahun terakhir, denganlebih banyak sumber dana untuk membeli senjata apimembangun komunikasi yang lebih baik memakai telepon genggam, dan menjalin kontak  dengan front politik di wilayah urban.Kelompok diaspora Papua yang pro kemerdekaan, dulu terpecah antara West Papuan National Authority (WPNA) yang diasosiasikan dengan orang pesisir dan West Papuan National Coalition for Liberation (WPNCL)  yang lebih dekat dengan  orang pegunungan. Namun selama beberapa tahun terakhir, pengaruh keduanya dibayangi oleh aktivitas Benny Wenda dari Free West Papua Campaign yang berbasis di Oxford. Benny Wenda punya hubungan dekat dengan Komite Nasional Papua Barat (KNPB), suatu ormas yang berbasis di daerah pegunungan. Para pemimpin dari kelompok-kelompok tadibersepakat menyampingkan perbedaan – paling sedikit untuk sementara -- dengan membentuk United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) pada bulan Desember 2014.

Disamping kelompok pro-kemerdekaan ini, ada juga suatu koalisi masyarakat sipil yang mengakui kedaulatan pemerintah Indonesia tapi memperjuangankan dialog antara masyarakat Papua dengan pemerintah pusat. Koalisi yang dukungannya cukup luas itu disebut Jaringan Damai Papua (JDP) yang dipimpin Pater Neles Tebay, dan telah bekerja sejak 2009 untuk resolusi konflik secara damai.

Di Maluku Republik Maluku Selatan masih memiliki dukungan, meskipun hanya segelintir. Pendukungnya sebagian besar merupakan diaspora Maluku di Belanda, namun mereka telah terpecah-pecah ke dalam sejumlah faksi dan tidak merupakan ancaman keamanan yang serius.

Daftar ke mailing list kami

Daftar ke mailing list kami